PERTANYAAN
1.
(Anggun Amaliah. Abs.06)
Mengapa ada tahlilan pada 7, 40, 100 dan
1000 hari setelah kematian seseorang? Apa ada dalilnya? Dan kenapa Muhammadiyah
tidak mempercayai itu?
Jawaban :
Adanya tahlilan
pada hari itu yaitu dengan maksud untuk berdzikir kepada Allah dan mendoakan
agar arwah orang yang telah meninggal dunia tersebut diterima oleh Allah dan
dosa-dosanya dapat terampuni. Dalam Muhammadiyah tidak mempercayai dikarenakan
ada perbedaan Imam dan pendapat. Mereka berpendapat “Karena tahlilan itu tasyabbuh dengan orang-orang Hindu. Mereka
orang kafir. Tasyabbuh dengan kafir berarti kafir pula, dan itu tidak boleh”
Maksudnya orang Muhammadiyah tersebut yaitu sama dengan kebiasaan orang Hindu
yang terletak pada waktunya, yaitu 7,40,100 dan 1000 hari. Akan tetapi
Ahlussunnah wal jamma’ah beranggapan bahwa “Tasyabbuh itu bisa terjadi, apabila
perbuatan yang dilakukan oleh kaum Muslimin pada hari-hari tersebut persis
dengan apa yang dilakukan oleh orang Hindu. Kaum Muslimin Tahlilan. Orang Hindu
jelas tidak Tahlilan. Ini kan jelas beda.” Maksudnya disini bahwa tidak ada
persamaan sama sekali antara orang Hindu dengan orang Islam. Yang sama hanyalah
watunya dan itu diperbolehkan oleh Nabi yang berbunyi.
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ يَوْمَ السَّبْتِ وَيَوْمَ اْلأَحَدِ أَكْثَرَ مِمَّا يَصُومُ مِنْ اْلأَيَّامِ وَيَقُولُ إِنَّهُمَا عِيدَا الْمُشْرِكِينَ فَأَنَا أُحِبُّ أَنْ أُخَالِفَهُمْ. (رواه أحمد والنسائي وصححه ابن خزيمة وابن حبان).
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad, melebihi puasa pada hari-hari yang lain. Beliau bersabda: “Dua hari itu adalah hari raya orang-orang Musyrik, aku senang menyelisihi mereka.” (HR. Ahmad [26750], al-Nasa’i juz 2 hlm 146, dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
Dalil yang menyatakan tentang tahlilan atau berdzikir kepada Allah yaitu:
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم:ذَاكِرُ اللهِ فِي الْغَافِلِيْنَ بِمَنْزِلَةِ الصَّابِرِ فِي الْفَارِّيْنَ. (رواه الطبراني في الكبير والأوسط، وصححه الحافظ السيوطي في الجامع الصغير).
“Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang yang berdzikir kepada Allah di antara kaum yang lalai kepada Allah, sederajat dengan orang yang sabar di antara kaum yang melarikan diri dari medan peperangan.” (HR. al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir [9797] dan al-Mu’jam al-Ausath [271]. Al-Hafizh al-Suyuthi menilai hadits tersebut shahih dalam al-Jami’ al-Shaghir [4310]).
2.
(
Intan Haryati. Abs.16)
Apa ada batasan waktu
orang yang akan dikuburkan?
Jawaban:
Penyegeraan
dalam pengafanan dan penguburannya sebaiknya atau yang paling dianjurkan yaitu
secepatnya setelah mensholatkannya, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
berbagai hadis:
Nabi Muhammad Saw bersabda, “Penghormatan
dan pemuliaan terhadap mayit adalah ia segera dikafani dan
dikuburkan dan segera mengakhiri pekerjaan yang berhubungan dengannya.”
Rasulullah Saw juga bersabda, “Jangan
sampai saya
menemukan seseorang
di antara kalian yang meninggal salah seorang keluarganya pada waktu malam kemudian menunggu sampai s ubuh untuk dikafankan dan dikuburkan atau seseorang yang salah seorang anggota
keluarganya meninggal pada siang hari menunggu hingga datangnya malam dan tidak
melakukan kegiatan untuk si mayit. Jangan menunggu terbit atau terbenamnya matahari bagi
jenazah-jenazah kalian, tapi bergegaslah dalam menanganinya dan bersegeralah
menguburkannya sehingga kalian t e rmasuk
orang yang dirahmati oleh Allah Swt . D alam
menjawab sabda Nabi Saw ini, orang-orang yang hadir di tempat itu berkata, “Semoga Tuhan juga merahmati Anda” (karena Anda telah
menunjukkan jalan kepada kami untuk mendapatkan keridhaan-Nya).
3.
( Fadwa Faradisa. Abs. )
Mengapa orang yang junub tidak boleh
mengangkat atau meletakkan jenazah ke liang lahat ?
Jawaban:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ شَهِدْنَا بِنْتَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تُدْفَنُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسٌ عَلَى
الْقَبْرِ فَرَأَيْتُ عَيْنَيْهِ تَدْمَعَانِ فَقَالَ هَلْ فِيكُمْ مِنْ أَحَدٍ
لَـمْ يُقَارِفْ اللَّيْلَةَ؟ فَقَالَ أَبُو طَلْحَةَ أَنَا قَالَ فَانْزِلْ فِي
قَبْرِهَا فَنَزَلَ فِي قَبْرِهَا
Dari Anas رضي الله عنه berkata: “Kami
mengantarkan jenazah putri Rosululloh صلي الله عليه وسلم ketika
dikuburkan, saat itu Rosululloh duduk di pekuburan, aku melihat matanya
mengeluarkan air mata, lalu dia صلي الله عليه وسلم bersabda:
‘Apakah ada di antara kalian yang tidak berkumpul dengan istrinya malam ini?”
Lalu Abu Tholhah berkata: ‘Saya! Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
‘Turunlah ke kuburnya.’ lalu dia turun, dan menguburkannya” (HR Bukhori 3/122,
162)
Dalam hadits yang lain Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْقَبْرَ رَجُلٌ
قَارَفَ اللَّيْلَةَ أَهْلَهُ
Seseorang yang mengumpuli istrinya di
malam ini tidak boleh masuk ke liang kubur. (HR. Ahmad 3/229-270, Thohawi
3/202), dishohihkan al-Albani dalam Ahkamul Jana’iz hal
188-189). []
kain penutup jenazah yang sudah basah, diganti dengan kain penutup yang kering.
13) Proses memandikan jenazah sudah selesai. Setelah itu, jenazah siap untuk dikafani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar